20 Februari 2025 oleh Athanasia Dianri Susetiya Putri, M.Psi., Psikolog
Editor: Romo Yustinus Joko Wahyu Yuniarto, Pr.

Dalam kehidupan, kita seringkali berhadapan dengan berbagai kegelapan, seperti kehilangan, kesedihan, ketidakpastian, atau beban kehidupan yang terasa terlalu berat. Namun, di tengah kegelapan itu, iman mengajarkan kita bahwa selalu ada cahaya yang menuntun, memberikan harapan, dan membimbing kita keluar dari kegelapan. Cahaya ini menjadi tema mendalam dalam Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah atau Candlemas, di mana kita merenungkan simbol Kristus sebagai Terang Dunia.
Ketika Yesus dibawa ke Bait Allah oleh Bunda Maria dan Santo Yusuf, Simeon berseru dalam sukacita, “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu. Sebab mataku telah melihat keselamatan yang daripada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.” (Lukas 2:29-32). Ayat ini mengingatkan kita bahwa Yesus adalah terang yang datang untuk memberikan pengharapan bagi dunia. Namun, bagaimana kita menemukan cahaya itu di tengah kegelapan hidup?

Jawaban atas pertanyaan di atas dapat ditemukan pada Yesaya 50:10 yang berbunyi “Siapa di antaramu yang takut akan Tuhan dan mendengarkan suara hamba-Nya? Jika ia hidup dalam kegelapan dan tidak ada cahaya bersinar bagi-Nya, baiklah ia percaya kepada nama Tuhan dan bersandar kepada Allahnya!” dan Mazmur 37:5 yang berbunyi “Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak”. Bertolak dari kedua ayat tersebut, tampak bahwa cahaya atau terang dapat ditemukan dengan cara berserah pada Allah.
Dalam perspektif psikologi, konsep keberserahan menekankan pentingnya kemampuan untuk menerima keadaan hidup dengan hati yang terbuka dan welas asih terhadap diri sendiri maupun orang lain. Meski demikian, berserah bukanlah pasrah tanpa tindakan, melainkan sikap menyerahkan beban yang tak dapat kita kendalikan kepada kekuatan yang lebih besar sambil tetap melakukan yang terbaik sesuai kemampuan kita.
Dari sisi spiritualitas Katolik, berserah adalah tindakan iman yang mendalam. Berserah kepada Allah berarti mempercayai rencana-Nya meskipun kita tidak selalu memahami apa yang sedang terjadi. Dalam momen-momen seperti Simeon dan Hana yang dengan sabar menantikan Mesias, kita diajarkan bahwa iman yang teguh dan kepercayaan kepada Allah akan menuntun kita kepada pengharapan sejati.
Meskipun kegelapan seringkali membawa kita pada perasaan terisolasi dan putus asa, tapi ketika kita melihatnya dari ‘kacamata’ welas asih, kita akan mampu merasakan kasih Allah dan memahami apa yang Allah kehendaki untuk kita pelajari. Dengan begitu, kita akan memandang kegelapan sebagai kesempatan untuk bertumbuh, bukan sekadar sebagai hal yang harus dirisaukan. Melalui sikap welas asih, kita akan dituntun pada pemaknaan yang tak hanya membuka ruang untuk penerimaan, tapi juga semakin kuatnya iman pada Allah.

Dalam momen Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah ini, mari kita renungkan apakah diri kita masih merasa kesulitan untuk menerima kegelapan dalam hidup kita? Apakah diri kita sudah menyikapi kegelapan dengan sudut pandang dan sikap welas asih? Dan upaya apa yang sudah diri kita lakukan untuk mampu menyerahkan pergumulan kepada Allah dengan iman yang teguh?
Kegelapan tidaklah abadi. Cahaya yang sejati selalu ada, menunggu untuk ditemukan. Namun, cahaya itu tidak selalu datang dalam bentuk yang spektakuler. Kadang, ia hadir dalam bentuk sederhana, seperti penghiburan seorang teman, doa yang lirih, atau kedamaian yang kita temukan dalam keheningan.
Sejatinya, Kristus adalah terang yang datang ke dunia untuk membimbing kita keluar dari kegelapan. Dalam Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah, kita diingatkan bahwa cahaya itu tidak hanya membimbing kita, tetapi juga memberi kita makna baru di tengah segala perjuangan. Dengan bersikap welas asih dan menyerahkan hidup kita kepada Allah, kita dapat menemukan sukacita meskipun perjalanan kita penuh dengan tantangan.
Seperti Simeon, mari kita membuka hati untuk melihat terang keselamatan yang Allah berikan, dan dengan rendah hati berkata, “Aku berserah kepada-Mu, ya Allah, terang hidupku”. Kiranya terang Allah senantiasa beserta kita.
Referensi:
- Catholic Church. (1997). Catechism of the Catholic Church. Libreria Editrice Vaticana.
- Gilbert, P. (2014). The compassionate mind: A new approach to life’s challenges. New Harbinger Publications.
- Orloff, J. (2018). The power of surrender: Let go and energize your relationships, success, and well-being. Harmony.
- Vatican News. (n.d.). Presentation of the Lord: Reflections on Candlemas. Retrieved from https://www.vaticannews.va
Sumber Gambar: