Sukacitaku Saat Menjalani Proses Karantina Mandiri oleh Br. Alex
Dipagi hari yang cerah saat itu, tepatnya hari senin tanggal 31 agustus 2020, aku sungguh merasakan nafas iman yang segar. Saya sendiri boleh menerima buah kasih karunia Allah secara cuma-cuma. saya juga melihat dan merasakan bahwa betapa indahnya dan hebatnya Tuhan itu. Ia mampu menciptakan segala sesuatu termasuk matahari menyinari jagat alam raya ini. Lebih indahnya lagi matahari saat itu selalu menyinari seluruh kawasan lingkungan biara novisiat bruder MTB. Biara ini tidak jauh dari bangunan megah masjid Al-Hakim Gedongkuning Banguntapan Bantul. Di belakang biara ini segala tumbuh-tumbuhan, sayur-mayur dan sebagainya menjadi subur, berkembang, dan berbuah banyak. Lanjut cerita disaat hari itu pula, para penghuni biara novisiat bruder MTB tersebut, dengan santai tidak melakukan aktivitas harian seperti biasanya. Karena saat itu mereka semua akan menjalani proses rapid test yang dilakukan di RS Panti Rapih Yogyakarta. Mereka yang ikut menjalani rapid test tersebut adalah para pemuda yang tampan dan gagah perkasa yaitu semua bruder novis MTB. Salah satu dari mereka adalah saya sendiri. sebelum berangkat sekitar jam 07:15 wib, saya dan semua saudara lainya bersiap-siap menyiapkan segala sesuatu yang sangat diperlukan misalnya : kartu identitas pribadi (KTP), kartu rekaman medis dari rumah sakit, buku baca untuk sambil menunggu nomor urutan antrian di RS. Saat dalam perjalanan, hati saya bergejolak. Pikiran saya mulai bercampur aduk kemana-mana jangan-jangan setelah saya mengikuti rapid test nanti, saya mendapatkan hasil reaktif. Di tengah kegelisahan ini, saya tidak berputus asa. Dalam hati saya berdoa”Tuhan tolonglah saya hari ini.” semoga saya tidak apa-apa Amin”. Di setiap saya mengengkolkan sepeda, saya tetap merasakan sikap hati keragu-raguan. Ditambah lagi disaat dalam perjalanan hari mulai panas terik. Muncul rasa takut kalau-kalau saya positif covid-19. Saya menyadari sebelumnya kurang istirahat malam harinya.
Berjumpa Suster CB (Carolus Boromeus)
Singkat kata setiba disana ( baca: Rumah Sakit Panti Rapih), kami semua langsung diarahkan oleh security RS, untuk memarkirkan sepeda kami dekat parkiran ruang kamar mayat RS dan sekaligus dekat biara suster CB. Sebelum menuju RS, kami isitrahat sejenak didekat parkiran .Karena lelah bersepeda panas-panasan. Ada juga yang antrian dulu ke toilet, untuk buang air kecil, cuci muka dsbny. setelah semuanya sudah selesai kami n berjumpa dengan salah satu suster CB. Dengan bertanya: “kok ramai-ramai disini?” “Mau ngapain dan mau kemana dan ada apa ramai-ramai di dekat ruang kamar mayat ini?” Salah satu dari saudara ada yang menjawab, “ enggak apa-apa kok suster”. “Kami cuman mau mengikuti rapid test aja”. “oh.. kirain ada apa”. Lalu suster bertanya lagi. “Kalian dari mana? “Kami dari bruder novis MTB?” Sahut salah satu teman kami. Suster tersebut heran dan bertanya kok kalian tidak menghubungi dulu bahwa kalian akan ikut rapid test? “ Maaf suster kami tidak tahu bahwa ada yang khusus untuk menangani para imam, biarawan-biarawati tersebut?” Kami juga tidak tahu nomor yang mau kami hubungi?” setelah itu langsung membantu kami dalam urusan pendaftaran rapid test. Kata temanku “wah kemarin sudah didaftar oleh salah satu bruder Yunior kita via online lho?.
Rasa Ketidakpercayaan
Setelah semua urusan administrasi selesai, tibalah saatnya kami di panggil satu persatu kedalam ruangan ber ac yang sangat dingin. Hati saya bergejolak dan takut. Kurang lebih dari dua jam hasilnya baru keluar. Setelah semuanya selesai dengn dua jam lamanya untuk menunggu hasilnya, saya dipercayakan dan bertanggung jawab mengurus amplop yang berisikan hasil dari rapid test tersebut. Memang benar, apa yang saya bayangkan tadi dijalan, benar-benar terjadi pada diri saya. Hasilnya rapid testnya reaktif. Mulai dari situ, hati saya mulai tidak karuan. Rasanya rasa ketidakpercayaan saya sungguh-sungguh terjadi saat itu.
Timbul rasa Penolakan dalam diri saya.Tentu ini berat bagi saya untuk menerima kanyataan ini. Namun apalah daya saya akan hal ini. Saya tetap tidak bisa berbuat apa-apa akan hal ini. Walaupun sepanjang hari itu saya merasa terperosot kedalam pencobaan yang berat bagi saya. Saya menyadari bahwa saya ini manusia rapuh. Memiliki rasa takut, cemas, lemah, dan berdosa. Mungkin saja saat itu Tuhan sungguh menguji saya untuk tetap setiap berbakti kepadaNya. Tentunya saya tidak akan berputus asa. Walaupun timbul rasa penolakan dalam diri saya. Saya tetap sabar dan iklas menerima semuanya ini. Mungkin saja ini adalah sebuah ujian untuk saya.
Mulai mengasing diri
Mulai saat itu, saya mencoba untuk mengurangai perjumpaan saya dengan saudara-saudara yang lain. Saya mulai mengasingkan diri saya untuk orang lain. Saya tidak mau kalau saudara yang lain tertular virus dari saya. Disitu saya mulai untuk tetap menjaga kesehatan diri. Saya terus berdoa untuk orang lain. Semoga mereka tetap sehat dan beraktivitas seperti biasanya. Memang pada akhirnya mereka semua yang selalu setia untuk melayani saya. Tidak henti-hentinya memberikan ucapan semangat kepada saya selama saya di karantina di komunitas. “Terima kasih banyak para saudaraku. Maafkan saya telah merepotkan kalian semuanya”. “Semoga Tuhan Yesus membalaskan kebaikan kalian semuanya” Ungkap saya dari balik pintu kamarku dengan tulus.
Saya harus bangkit dari rasa keterpurukan hidupku.Dalam mengatasi permasalahan yang ada dalam diri saya, tentunya saya tidak mau merasa diri saya semakin tertekan oleh rasa takut, cemas dan gelisah dan sebagainya. Saya bangkit dari rasa keterpurukan saya. Saya memulai untuk memikirkan hal yang positif dengan menjaga kesehatan demi untuk hidup bersama dengan saudara-saudara di dalam komunitas. Memang berat. Namun saya tetap setia untuk menjaga kesehatanku, Empat hari saya melakukan karantina mandiri di komunitas. Kemudian melanjutkan karantina mandiri di RS Panti Rapih. Memang saya tidak sendiri saja di sana. Saya bersama dengan dua saudara saya yang juga di karantina mandiri yaitu: Br.Flavianus (magister saya) dan Sdr.Yulius (postulant). Di sana kami bertiga. Kami berpisah saya di kamar No 307. Br.Flavi kamar No 302 dan Sdr.Yulius kamar No.303. Walaupun di sana kami bersama-sama dikarantina, tetap saja kami mentaati protokol kesehatan, Misalnya tidak boleh keluar masuk ke ruangan lain (berkunjung ke kamar yang lain) ke cuali mendesak.
Merasa Membosankan
Jujur saya merasa bosan ketika di karantina. saya merasa bosankan hidup di dalam ruangan (baca: kamar). Tiap hari saya terus menerus hanya olah raga ringan (push up), berdoa sendiri, makan, mandi, tidur, nonton, dsb. Namun, semua yang saya lakukan tidak terasa hari berlalu begitu saja dengan sendirinya. Ada kerinduan untuk kembali ke kekomunitas. Kerinduan yang amat besar adalah ingin berjumpa dengan saudara-sduaraku komunitas. Di di RS saya bertemu juga dengan para perawat, dokter, saudari-saudari yang setiap pagi dan sore setia dengan membersihkan ruangan setiap pasien. Mereka dengan setia untuk melakukan tugas mereka dengan baik, tapi tetap juga tidak enak rasanya di sana. Saya tetap rindu berkumpul dengan teman-teman bruder di komunitas.
Dari peristiwa ini apa yang membuat saya tetap kuat. Saya mencoba untuk Memaknai hidup saat pandemi ini sebagai ruang kesabaran dalam ziarah hidup ini. Dari pengalaman saya selama di karantina kurang lebih empat hari di komunitas, lima hari di RS panti rapih dan di tambah lagi lanjut di komunitas selama sepuluh hari berarti total lamanya Sembilan belas hari. Banyak hal yang saya temui dipengalaman ini. Salah satu contohya ialah, saya belajar untuk bersabar. Dengan bersabar saya semakin lebih dekat dengan Allah. Saya banyak bersyukur dan dengan banyak melakukan doa, mambaca, menulis dsb. Dengan kesabaran ,membuat saya semakin sadar akan hal yang sungguh-sungguh baik akan kedekatan saya bersama Allah yang hidup di dalam diri saya dan orang lain.
Semoga dengan pengalaman sukacitaku saat menjalani proses karantina mandiri ini, saya semakin mampu untuk menyadari kebaikan diri Allah melalui diri saya bersama orang lain. Saya selalu dikuatkan dalam segala hal, terutama dalam kesabaran saya didalam hidup bersama saya sebagai novis bruder MTB. Akhirnya dari penderitaan ini saya bersama mereka yang terpapar positif covid untuk setia bersama Yesus yang menderita di salib karena dosa-dosaku. Semoga Tuhan Yesus memberkati, menjaga dan melindungi kita semua dan biarlah bencana ini cepat berakhir. Amin.
Penulis: Br. Alexander MTB, Novis 1
Tentang Penulis
Admin Website Gereja Pringgolayan
Admin Website Gereja Pringgolayan. Website dikelola oleh Tim Litbang Paroki
Leave a Reply