Romo Ariawan: Karena Berada di Tengah Kampung, Gereja Pringgolayan Dibangun Sederhana dan Senyawa dengan Lingkungan Sekitar
PRINGGOLAYAN – Romo Paroki Santo Paulus Pringgolayan Banguntapan Bantul DIY, Agustinus Ariawan, Pr membeberkan maksud dibangunnya Gereja Pringgolayan.
Menurut Romo Ari (panggilan Romo Agustinus Ariawan), Gereja Katolik Pringgolayan tidak dibangun menjadi gereja yang besar dan megah.
Tetapi, Gereja Pringgolayan dibangun sederhana dan senyawa dengan masyarakat sekitar.
Kenapa demikian?
Ini karena Gereja Pringgolayan berada di tengah-tengah kampung bukan berada di pinggir jalan raya.
“Gereja Santo Paulus Pringgolayan itu berada di tengah kampung, hadir di tengah kampung, bukan di pinggir jalan raya besar, tapi di tengah-tengah orang kampung yang rumahnya notabene juga seperti itu. Ada yang sederhana dan bermacam-macam,” terang Romo Ari.
“Karena didirikan di tengah kampung, maka tidak didirikan semata-mata megah sehingga menyolok dan tidak senyawa dengan lingkungan sekitarnya,” imbuhnya.
Selain itu, Romo Ari juga menjelaskan bahwa dengan adanya perluasan lahan, maka pihaknya tidak menambah gedung yang banyak, melainkan penghijauan sebanyak-banyaknya.
Sehingga menjadi oase dan masyarakat di sekitar bisa memanfaatkannya.
“Kadang-kadang masyarakat non-Katolik juga ada yang momong anak di lingkungan gereja, tidak apa-apa,” jelas dia.
Terkait bangunan gereja, Romo Ari menjelaskan bahwa bangunan dibuat dengan tetap mempertahankan bentuk asli gereja yang lama.
Ternyata sebelum dibangun, gereja ini mengalami kerusakan di atap seperti ketika hujan, air bocor hingga di sekitar altar.
Meski sudah dilakukan perbaikan dengan menambal di genteng, tetapi plafon mulai mengelupas dan bisa jatuh atau membahayakan umat. Untuk itulah pihaknya berencana merenovasi gereja tersebut.
“Tetapi setelah dilakukan pengecekan dan diselidiki, ternyata konstruksi bangunan ini sudah rapuh. Menara juga. Kalau mau dinaikkan bangunannya, pondasinya juga tidak kuat. Karena itu, kami bekerja sama dengan arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta merancang sedemikian rupa sehingga bisa dibangun ulang gereja yang baru dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya,” jelas Romo Ari.
Romo Ariawan juga menjelaskan bahwa gereja lama memiliki kapasitas 500-600 umat. Sedangkan gereja yang baru ini kapasitasnya bisa mencapai 800 umat.
Adapun untuk luas gedung gereja lama ialah 764,42 meter persegi. Sedangkan gedung gereja baru menjadi 1.041,06 meter persegi.
“Dengan terbangunnya gedung fisik gereja baru ini, maka terbangun pula iman atau rohani umat. Bukan hanya megahnya bangunan baru, tetapi iman juga semakin mendalam,” tandas Romo Ariawan.
Penulis: Albertus Aditya Kurniawan (Litbang Paroki Pringgolayan)
Tentang Penulis
Albertus Aditya Kurniawan
Leave a Reply